Pada dasarnya perkembangan adanya tradisi menulis ini embrionya dari ilmu sejarah. Dengan ditemukannya berbagai macam prasasti di masyarakat yang menandai berakhirnya zaman pra-akasara yang belum mengenal tulisan. Sebelum tradisi menulis berkembang, dalam masyarakat kita sudah ada tradisi lisan (oral history) yang sudah lama dilakukan. Perkembangan tradisi lisan inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan tradisi tulisan di masyarakat.
Tradisi lisan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan sejarah melalui cerita, lagu, pantun, dan nasehat. Proses ini berlangsung lama sehingga dianggap sebagai cara yang efektif untuk melestarikan sejarah pada waktu itu. Tradisi lisan terus berkembang pada masa-masa awal sejarah kemanusiaan hingga masyarakat mengenal tulisan. Dalam setiap kelompok, suku, ras, ataupun bangsa terdapat tradisi lisan yang beragam dan memiliki kekhasan masing-masing. Bahkan tidak sedikit yang memiliki kemiripan dari isi atau pesan yang dibawanya. Budaya, adat, dan sejarah secara turun-temurun disampaikan melalui lisan, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ketika sudah mulai mengenal tulisan, penggunaan tradisi lisan cenderung menurun. Karena tulisan dianggap lebih efektif dalam menyimpan dan menyampaikan pesan sejarah.
Menulis sebenarnya bukan sesuatu yang sulit bagi kita. Asalkan mempunyai kemauan dan keinginan yang kuat menulis itu seperti mengalir begitu saja. Memang pada awalnya akan terasa berat kalau tidak terbiasa menulis, tetapi lama kelamaan akan menjadi akan menjadi suatu kebiasaan yang menjadi bagian yang biasa saja. Memang bagi golongan akademisi untuk melakukan karya tulis harus melalui tahapan-tahapan metode tersendiri. Khususnya dengan tulisan yang bersifat ilmiah. Akan tetapi kalau semua mengukur pada tulisan ilmiah pasti akan membutuhkan waktu yang lama sekali. Tulisan ringan tetapi bermakna serta dengan data yang kuat (tidak asal) sudah menjadi tulisan yang bisa kita tuangkan baik melalui media cetak maupun media online. Tulisan adalah satu bahasa yang paling mudah untuk kita terapkan terhadap orang banyak, karena melalui tulisan itulah semua orang menjadi tahu apa yang kita pikirkan dan kita rasakan melalui tulisan tersebut.
Contoh bahwa karya tulis bukan sesuatu yang sulit adalah ketika Bung Hata dan Bung Karno dipenjara oleh kaum kolonial Belanda. Di sela waktunya, mereka masih bisa menyempatkan diri untuk menulis. Siapa sangka, karya kedua tokoh tersebut justru menjadi pembuka semangat bangsa ini untuk menjadi bangsa yang mandiri berjuang di atas kakinya sendiri. Dari sini, kita bisa memetik pelajaran bahwa menulis adalah satu hal yang sangat penting untuk kita budayakan.
Menulis juga tidak pernah mengenal usia. Masih ingat penulis terkenal Laskar Pelangi Andrea Hirata yang baru menulis pada usia 40 tahun? Siapa sangka dari hasil karya tulisnya itu menjadi “best seller” di Indonesia. Oleh karena itulah tidak menjadi suatu alasan untuk mengatakan bahwa kalau menulis itu bisa dilakukana ketika masih muda, masih sekolah/kuliah, dan sebagainya yang masih bisa menuangkan idenya secara kreatif dan edukatif di usia-usia itu. Tetapi menulis itu adalah suatu kebutuhan yang harus kita lakukan tanpa mengenal batas baik usia, pekerjaan dan sebagainya.
Dalam kaitan ini pemikir Islam terkemuka Imam Ghazali menyatakan, “Manakala yang dicita-citakan itu baik serta mulia, maka pasti akan sulit ditempuh serta panjang jalannya”. Beliau pun pernah mengingatkan bahwa “Tidak akan sampai ke puncak kejayaan kecuali dengan kerja keras, dan tidak akan sampai ke puncak keagungan kecuali dengan sopan santun”. Memang semua itu tidak mudah untuk kita memulai menulis, tetapi dengan ketekunan dan kerja keras kita semua akan bisa melakukan dan mengembangkan budaya tulis tersebut.
Bagaimanapun juga, menulis itu mempunyai nilai ibadah terlebih apa yang kita tuliskan itu bisa memberi inspirasi pembacanya untuk berbuat kebaikan. Bisa dikatakan pula menulis itu menjadi bernilai sedekah karena tulisan kita buat menjadikan orang yang tidak tahu menjadi lebih tahu bahkan bisa menjadi motivasi dan inspirasinya para pembaca untuk melakukannya, tentunya untuk hal-hal yang bersifat positif dan membangun. Oleh karena itulah, melalui tulisan ini penulis mengajak para pembaca semuanya untuk membiasakan menulis apapun dari tingkat terkecil seperti buku diary (catatan pribadi), sampai ke tulisan yang bersifat ilmiah. Dimulai dari yang tingkat terkecil, lama-kelamaan nanti akan meningkat menjadi tulisan yang bersifat ilmiah. Yuk, kita budayakan menulis!*
*Penulis: Bp. Kisandrianto, S. Pd.
Guru mata pelajaran IPS SMP IT Masjid Syuhada