Belajar dari Ujian Nasional 2011

  • Friday, 10 June 2011
  • 433 views
Belajar dari Ujian Nasional 2011

Ujian Nasional tahun ajaran 2010/2011 telah berlangsung. Dan Pengumuman Ujian Nasional pun sudah dilaksanakan. Alhamdulillah secara nasional, siswa SMP yang lulus sebesar 99,45 %. Hasil yang cukup membanggakan (konon katanya). Tetapi apakah kita menyadari, ternyata dari kebijakan dalam penilaian UN ini banyak sekali menimbulkan kemunduran dalam dunia pendidikan, diantaranya :

  1. Dengan adanya penskoran(NS), banyak sekolah-sekolah yang berlomba-lomba dalam memberikan nilai yang tinggi pada nilai Ujian Sekolah. Bahkan sekolah sampai mengorbankan dirinya untuk menaikkan/mengganti nilai raport agar menjadi tinggi. Sungguh suatu yang ironi, ketika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan, tetapi kita malah menurunkan mutu pendidikan kita. (Semoga sekolah-sekolah tidak melakukan yang demikian)
  2. Dengan adanya NS, maka untuk lulus siswa tidak perlu usaha keras. Siswa tidak menjadi siswa yang mempunyai usaha keras dalam meraih sesuatu yang dicita-citakan. Hal ini menjadikan siswa terbiasa untuk selalu dilayani, sehingga kemampuan mereka untuk survive dikemudian hari akan sangat rendah. Ditambah lagi, dengan nilai yang cukup rendah mereka bisa melanjutkan sekolah kemana (karena kelulusan UN DIY apabila menggunakan standar tahun 2010, maka yang tidak lulus UN SMP adalah sekitar 25 %. jadi yang nilai UN-nya yang di bawah 22 atau rata-rata 5,5 adalah 25% dari seluruh peserta UN SMP di DIY)

Kebijakan penilaian UN sekarang ini sebenarnya mengakomodir masukan-masukan masyarakat yang menginginkan nilai rapor mendapatkan porsi dalam penentuan Ujian Nasional. Apalagi, tahun-tahun kemarin banyak sekali siswa yang stress dan bunuh diri karena tidak lulus Ujian. Dari faktor ini, pemerintah berhasil dalam menurunkan tingkat stress dari para siswa. Tetapi dari segi pembentukan karakter terjadi penurunan.

Contoh hal yang sangat ironi adalah kejadian baru-baru ini di Surabaya Jawa Timur. Ada orang tua yang melaporkan adanya kecurangan yang dikoordinir oleh oknum kepala sekolah dan guru, malah dimusuhi oleh orang tua yang lain. Bahkan dia dan keluarganya diusir dari kampungnya. Sungguh situasi yang sangat ironi. Yang benar malah yang disalahkan/dibenci. Sungguh kondisi yang sangat bertentangan dengan prinsip keadilan. Semoga yang benar selalu dilindungi oleh Allah SWT dan diberikan balasan yang sebaik-baiknya.

Ujian Nasional akan menjadi sebuah kebijakan yang elegan, apabila bisa mengakomodir banyak kepentingan. Sehingga harapannya baik sekolah, dinas, mapun kepala daerah tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kelulusan yang tinggi. Sebagai usulan, mungkin bisa dipertimbangkan :

  1. Ujian Nasional jangan lagi dijadikan penentu kelulusan, tetapi bisa digunakan sebagai syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Yang berhak mendaftar ke sekolah negeri adalah siswa yang lulus Ujian Nasional, seleksinya berdasarkan urutan yang tertinggi sampai terrendah (sesuai daya tampung sekolah). Bagi yang tidak lulus juga boleh melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi ke sekolah swasta. Hal ini akan menjadikan motivasi berkompetisi siswa.
  2. Lalu untuk penentuan kelulusan, ditentukan oleh sekolah. Tentunya dengan mekanisme yang sesuai dengan standar operasi Ujian yang benar. Dinas atau pemerintah daerah bisa memantau pelaksanaan ujian sekolah, sehingga Ujian Sekolahpun layak untuk dijadikan penentu kelulusan. Apabila memungkinkan pemerintah daerah bisa melaksanakan Ujian Daerah.

Pada akhirnya, sangat diharapkan kedepannya usaha meningkatkan mutu sekolah dan lulusan merupakan suatu usaha yang positif dan bermartabat. Tidak lagi sekolah mengorbankan dirinya dan perasaan para guru untuk dapat mendongkrak nilai US bahkan nilai Raport. Bravo Pendidikan Indonesia….