Idealnya, proses pembelajaran tidak hanya berkutat di dalam ruang-ruang kelas. Proses pembelajaran yang kontekstual dinilai penting untuk memberikan pemahaman materi ajar yang lebih komprehensif kepada siswa. Dengan pembelajaran yang kontekstual, para siswa terlatih untuk tanggap terhadap isu dan fenomena sosial yang ada di sekitarnya. Terlebih di era globalisasi di mana keluasan pengetahuan dan informasi menjadi prasyarat penting untuk bisa bersaing di masa ini.
Karena itu, pada hari Sabtu (26/11) SMPIT Masjid Syuhada mengadakan fieldtrip (kunjungan) ke Pabrik Gula (PG) Madukismo dan pusat kerajinan gerabah di daerah Kasongan, Bantul. Kegiatan tersebut diikuti oleh 120 siswa yang terdiri dari kelas VII dan VIII. Para siswa tampak antusias mengikuti kegiatan fieldtrip karena kebanyakan siswa belum pernah berkunjung langsung ke pabrik gula atau singgah di pusat kerajinan gerabah di Kasongan. Apalagi, kedua tempat tersebut merupakan tempat yang cukup ‘ikonik’ di Kabupaten Bantul.
Suasana di dalam pabrik gula MadukismoDi PG Madukismo, para siswa melihat proses pembuatan gula secara langsung. Jika selama ini mereka terbiasa melihat gula kemasan yang sudah jadi, di PG Madukismo para siswa bisa melihat bagaimana proses pengolahan sari pati tebu menjadi gula yang dipasarkan di toko-toko. Meski sedikit terganggu dengan aroma gula yang menyengat, para siswa tetap antusias dan menikmati kegiatan fieldtrip tersebut.
Para siswa mengamati proses pengolahan tebu sebagai bahan baku gula Gula yang telah dikemas dan siap didistribusikanSetelah berkunjung ke PG Madukismo, kegiatan fieldtrip dilanjutkan ke pusat kerajinan gerabah di Kasongan. Sebagai salah satu sentra industri kerajinan gerabah yang paling terkenal, Kasongan menyajikan berbagai varian kerajinan gerabah, mulai dari perkakas rumah tangga hingga karya seni dan hiasan bernilai jutaan rupiah. Tidak heran jika para siswa sangat menikmati kunjungannya ke Kasongan.
Para siswa belajar membuat kerajinan gerabahDi sana, para siswa menyempatkan diri untuk belajar membuat kerajinan gerabah. Para siswa juga berkesempatan membuat kerajinan gerabah sendiri dengan memanfaatkan tanah liat dan cetakan milik pengrajin. Guru-guru pendamping juga terlihat antusias mengikuti praktek langsung membuat kerajinan gerabah.
Para siswa dan guru pendamping praktek langsung membuat kerajinan gerabah Beberapa kerajinan gerabah hasil karya siswaMeski agendanya cukup padat, kegiatan fieldtrip tersebut selesai sekitar pukul 13.30. Nita Kadarsih selaku koordinator acara, menyatakan dengan adanya fieldtrip tersebut para siswa diharapkan bisa lebih peduli dan mencintai budaya bangsa, serta memiliki pola pikir kritis dalam memandang dunia global. Tentu saja hal tersebut bisa direalisasikan dengan melatih siswa untuk peka terhadap isu dan fenomena sosial yang ada di lingkungan sekitarnya.